Sunday, April 15, 2012

Software Alkitab gratis

Kemarin malam saya mengikuti pelatihan dari SABDA.org. Saya mendapatkan banyak resources software Alkitab dengan lisensi gratis. Karena itu saya ingin membagikan secara gratis juga seluruh software Alkitab. baik untuk HP, Smartphone maupun  untuk Komputer anda.
Sementara untuk BB ada di sini.

Sunday, August 7, 2011

Bapa orang beriman tidak beragama

Masih terngiang dalam telinga saya pesan dari almarhum ayah. Saat itu saya hendak mulai merantau ke kota besar untuk menuntut ilmu. Salah satu pesannya adalah, “Jangan suka kotbah ya.” Pesan ini beliau sampaikan sehubungan dengan senangnya saya ikut persekutuan, dan beliau tahu seperti apa saya. Julukan yang melekat bagi saya dari orang tua saat itu adalah ‘jarkoni’, sebuah akronim Jawa ‘iso ujar, ora iso nglakoni’, yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai, ‘bisa berkata-kata, tidak bisa melaksanakan’. Semoga saat ini saya tidak seperti itu lagi.
            Pesan lain yang beliau sampaikan kala itu adalah sebuah kalimat bijak dalam bahasa Jawa, ‘Suro diro jaya ningrat lebur dening pangastuti’. Beliau mengatakan bahwa itulah esensi kekristenan. Suro diro berarti kekuatan fisik, jaya ningrat artinya keunggulan secara social, lebur dening adalah hancur oleh, dan pangastuti bermakna kelemahlembutan atau yang lebih kompleks dan rohani bagi orang Kristen disebut kasih. Jadi secara lengkap kalimat tersebut berarti, ‘kekuatan fisik dan keunggulan sosial akan dapat ditaklukkan dengan kelemahlembutan kasih’. Rasanya memang seperti itu jugalah yang dipraktekkan dan diteladankan Yesus ketika kehadirannya sebagai manusia di bumi ini. Dengan kelemahlembutan dan kasih-Nya, Ia memutarbalikkan kesalehan semu yang dipraktekkan orang banyak. Dia menyediakan gaya hidup alternatif bagi mereka yang sungguh-sungguh mau berkenan kepada Allah
            Kasih adalah sebuah ideologi klasik Kristen. Kata ini selalu didengungkan dari atas mimbar, bahkan ada gereja-gereja yang setiap hari minggu masih (dan penulis bersyukur untuk ini) mengumandangkan ‘hukum kasih’. Karena begitu seringnya kata ini terucap bahkan banyak orang sudah merasa biasa dan merasa mengerti makna kata itu, walaupun sering kali orang tidak dapat menjawab bila ditanya apa itu kasih. Kata ini akhirnya lebih sering menjadi slogan tanpa makna, dibandingkan semangat hidup Kristen. Dan hal ini juga yang membuat penulis terus menerus bergumul mengenai apa dan bagaimana penulis seharusnya hidup sebagai Kristen. Apa sesungguhnya esensi kekristenan?
            Dalam pergumulan tersebut penulis terpaku dengan sebuah pertanyaan dan kenyataan. Dalam Alkitab jelas diberitakan bahwa Abraham adalah bapa orang percaya. Bangsa Israel mengakui bahwa Abraham adalah bapa mereka. Kita mengetahui bahwa agama yang dianut bangsa Israel adalah Yudaisme. Yudaisme, yang merupakan cikal bakal kekristenan ini, tumbuh dalam masa pembuangan sekitar abad 6 sM. Dengan demikian agama ini tumbuh beberapa abad setelah kematian Abraham. Dengan demikian tentunya agama Abraham bukanlah Yudaisme apalagi Kristen. Kalau demikian apa sebenarnya agama Abraham? Bila kita membaca dengan teliti Firman Tuhan, kita akan menemukan kenyataan bahwa tidak pernah disebutkan Abraham menganut agama tertentu. Yang kita ketahui bahwa Abraham menyembah dan tunduk kepada Tuhan, Allah yang memanggil dia. Dengan demikian maka kita dapat mengatakan Abraham, bapa orang percaya, tidak beragama!
            Jika Abraham yang tidak beragama namun dapat dikatakan sebagai orang beriman, bahkan didaulat bukan hanya oleh manusia tetapi juga oleh Allah sebagai bapa orang beriman. Lalu apa itu iman? Apakah hubungan iman dan agama? Apakah iman harus selalu dinilai dari agama dan religiusitas keagamaan seseorang? Dalam pergumulan yang demikianlah tulisan ini berakar dan berarah. Dengan memperhatikan hidup dan perjalanan hidup Abraham, penulis hendak mengajak para pembaca untuk melayari kerohanian hidup yang hakiki.

Ups.. ini hanyalah pendahuluan dari buku yang sedang saya tuliskan..

Tuesday, April 12, 2011

Doa Tuhan Yesus pun Tidak Dikabulkan Allah Bapa

Doa merupakan sebuah aktivitas umum yang dilakukan oleh hampir semua orang dari berbagai budaya dan kepercayaan. Doa adalah salah satu wujud pengakuan bahwa ada oknum yang lebih besar dan berkuasa dari pada manusia dan menguasai manusia. Aktivitas ini dibangun oleh berbagai pengertian tentang relasi antara manusia dengan oknum yang besar tadi. Karenanya aktivitas doa diwujudkan dalam berbagai bentuk sesuai dengan pemahaman yang diperoleh oleh pribadi yang berdoa.
               
Dalam kehidupan Kristen kita memahami bahwa kekristenan merupakan sebuah keyakinan yang didasarkan pada relasi yang intim antara manusia dengan Tuhan, Allahnya. Relasi yang intim ini dibangun melaui beragam disiplin rohani. Dalam Injil Matius, pada rangkaian khotbahNya di bukit, Yesus memperhatikan 3 hal yang menjadi cara orang-orang Yahudi dalam menunjukkan spiritualitas mereka dalam aktifitas ritual; yaitu, sedekah, doa, dan puasa. Pada masing-masing perikop selalu muncul kalimat atau frasa “Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

                Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, doa dipahami sebagai permohonan kepada Tuhan, sementara dalam kamus Webster doa dijelaskan dengan “Persekutan dengan Allah.” Pemahaman Kristen yang berdasarkan Alkitab mendukung penulisan Webster berkaitan dengan makna doa. Dalam bahasa asli Perjanjian Lama (PL - Ibrani) ada 7 kata berbeda yang digunakan untuk menjelaskan makna doa, sementara ada 6 kata berbeda pada bahasa Yunani yang digunakan dalam Perjanjian Baru (PB). Karena keterbatasan waktu dan ruang untuk menulis, maka mungkin di kesempatan lain satu persatu kata yang digunakan dapat dibahas untuk menjelaskan secara detail apa dan bagaimana doa. Namun yang menarik adalah bahwa dari ke 13 kata yang berbeda, makna yang terkandung dalam penggunaan kata-kata tersebut menjelaskan satu hal yang sama, yakni bahwa doa merupakan persekutuan dengan Allah.
                Memperhatikan penjelasan di atas maka pertanyaan, “Apakah doa selalu dikabulkan?” menjadi tidak relevan, bukan karena Tuhan selalu menjawab ‘ya’ terhadap semua doa kita, namun karena doa bukanlah sebuah aktifitas untuk memohon Tuhan melakukan sesuatu bagi kita, karena doa adalah persekutuan dengan Allah. 

Yesus Berdoa

Selama kehadiranNya yang pertama di muka bumi, Yesus yang dibesarkan dalam budaya dan keyakinan Yahudi, juga melaksanakan aktifitas doa. Tidak jarang kita menemukan dalam catatan Injil bahwa Yesus berdoa, bahkan dalam berbagai kesempatan Yesus berdoa. Salah satu doa Yesus yang tercatat dan sangat menarik adalah ketika Dia bergumul di Getsemani. Doa yang disampaikan hanya satu, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Yesus ketika berdoa di Getsemani ini bukan sekedar basa-basi. Tabib Lukas menggambarkan kesungguhan Yesus dengan mengatakan, “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” Para ahli kedokteran mengkonfirmasi bahwa memang dimungkinkan bila seseorang dalam pergumulan yang sangat luar biasa keringatnya bercampur darah akibat pecahnya pembuluh darah. Bila memperhatikan kesungguhan ini, dengan menggunakan pemahaman bahwa doa adalah permohonan kepada Allah, maka semestinya, seharusnya, dan sepantasnya bila doa Yesus dikabulkan oleh Bapa di sorga. Seorang pengajar doa, Doa Bapa Kami, yang oleh sebagian pengikutNya doa itu dipahami sebagai mantera, yang pasti dan selalu dikabulkan, tetapi doaNya tidak dikabulkan oleh Bapa. Mengapa???
                Karena doa bukan berbicara soal permohonan dan pengambulan oleh Allah, doa berbicara tentang kehendak Allah bagi setiap orang yang menghadap Dia. 

Doa Bapa Kami

Dengan masih memperhatikan konsep bahwa doa adalah permohonan kepada Allah, mari kita mengamati Matius 6:5-8 yang merupakan kalimat-kalimat pendahuluan yang menghantar diajarkannya Doa Bapa Kami oleh Yesus. Yesus memahami bahwa bagi kebanyakan orang doa merupakan rangkaian permohonan yang disampaikan kepada Allah. Karena itu dalam bahasa yang dapat dipahami oleh kebanyakan orang Yesus menyampaikan bahwa doa yang hanya pemanis bibir dan doa yang menunjukkan ketidakpercayaan kepada Allah pastilah tidak dikabulkan oleh Allah. Apalagi, mereka yang berdoa ini tidak memiliki pengenalan akan Allah.
                Ketika kita datang kepada Allah haruslah kita percaya bahwa Allah ada dan bahwa Ia berdaulat atas kehidupan semesta. Dengan pemahaman inilah maka, “Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga” dinaikkan. Dengan keyakinan bahwa Allah ada di sorga, dengan keyakinan bahwa nama Allah kudus, maka kita menundukkan diri dihadapanNya mengakui bahwa Dia, Allah, berdaulat atas semesta, baik di sorga tempatNya bersemayam, ataupun di bumi tempat kita, ciptaanNya tinggal. Ketika kita mengakui keberadaan ini maka kemauan dan keakuan kita bukanlah menjadi yang utama dalam kehidupan kita sendiri. Di dalam pemahaman ketertundukan inilah kita menghadap, kita menyampaikan segala pergumulan kita, kita memohon belas kasihNya pada kehidupan kita.

Kita berdoa

Dalam pengajaranNya tentang pokok anggur yang benar, Yesus mengatakan, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Bila kita masih memperhatikan doa sebagai permohonan kepada Allah, Yesus memberikan resep agar doa kita dikabulkan oleh Bapa. Resep ini berkaitan dengan relasi yang intim antara kita dengan Yesus, kita mengidentifikasi diri kita sebagai pengikut Kristus yang tetap tinggal di dalam Kristus dan menggumulkan firman Tuhan untuk dipraktekkan dalam kehidupan keseharian. Dari sini semakin ditegaskan bahwa doa tidak berfokus pada pemintaan dan pengabulan, tetapi lebih kepada relasi yang intim dengan Allah (rekan-rekan persekutuan mahasiswa Kristen selalu menyebutkan dengan istilah HPDA / HPDT – Hubungan Pribadi dengan Allah / Tuhan).
                Sekali lagi, bila kita masih memperhatikan doa sebagai sebuah rangkaian permohonan maka kita perlu memperhatikan apa yang disampaikan oleh Yohanes, dalam suratnya yang pertama kepada jemaat yang tersebar, “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya.” Jelas dari sini bahwa doa-doa yang pasti dikabulkan adalah doa-doa yang adalah kehendak Allah, bukan doa-doa yang muncul dalam keinginan kedagingan kita.

Bila kita lebih lanjut menggumulkan, memang doa menjadi gerbang untuk memahami seberapa jauh orang yang berdoa mengenal dan berelasi dengan Allah. Hal ini karena memang doa dibangun oleh pemahaman akan Tuhan dan pemahaman akan diri sendiri. Kesadaran bahwa Tuhan adalah Allah yang mau dihampiri mendorong orang untuk berani menyampaikan apa yang ada dalam benak kita. Namun juga kenyataan akan dosa dan kelemahan manusia juga harus menjadi kesadaran diri kita bahwa kita tidak akan layak untuk menerima anugerah Allah.
                Karena itu marilah kita tetap berdoa karena ada anugerah Allah yang tersedia bagi kita, dan anugerah Allah yang terbesar adalah AnakNya yang tunggal yang dikaruniakanNya bagi kita sehingga kita memiliki kehidupan yang kekal. Tetaplah berdoa dan mengucapsyukurlah senantiasa karena kita tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah, yaitu yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah, untuk kemuliaanNya. Soli Deo Gloria.


Thursday, February 10, 2011

Seandainya Yesus jadi Aku

Seandainya Yesus jadi Aku
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus
(Fil 2:5)
Setelah hidup bertahun-tahun sebagai seorang Kristen, muncullah kembali dalam benak ini pertanyaan, “Apa itu Kristen?” Apakah Kristen hanya sekedar agama seperti yang dipahami kebanyakan orang? Ataukah sebuah sebutan bagi mereka yang menganut agama Kristen? Tentu kita akan segera menjawab bahwa Kristen adalah Pengikut Yesus Kristus.
            Pengikut Yesus Kristus? Yang seperti apa? Mengikuti Yesus Kristus pasti bukan dimaksudkan supaya setiap Kristen berpenampilan ala Timur Tengah, sama seperti Yesus Kristus yang lahir, dibesarkan dan mati di Palestina. Tentu juga bukan maksudnya supaya kita semua orang Kristen hidup sebagai tukang kayu seperti ketika Dia membantu ayahNya, Yusuf, dan kemudian menjadi penerus usaha itu. Bukan juga mengharuskan setiap Kristen menjadi guru, sama seperti yang dilakukan Yesus Kristus setiap kali melakukan perjalanan, walaupun setiap orang perlu bisa mengajar sesuai keberadaannya. Setiap Kristen tentu memahami bahwa menjadi pengikut Yesus Kristus adalah meneladani cara hidupNya.
            Bagaimana sebenarnya meneladani Yesus Kristus? Meneladani Kristus tentu bukan dari sisi fisik tetapi dalam sikap hidupNya. Menjadikan ajaranNya sebagai tuntunan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu ajaran yang paling banyak dikenal Kristen adalah hidup dalam kasih. Pertanyaanya sekarang, sudahkah kita hidup dalam kasih? Bila kita belum hidup dalam kasih tentu kita tidak dapat dikatakan sebagai pengikut Yesus Kristus. Artinya kita tidak pantas menyandang predikat sebagai Kristen. Kasih mudah diucapkan, tetapi tidak mudah bahkan sangat sulit untuk dipraktekkan dalam seluruh aspek kehidupan kita. Dan dengan pemahaman seperti ini, tidak ada seorangpun yang layak untuk disebut Kristen, karena tidak ada seorang pun mampu meneladani Yesus Kristus dalam hal mengasihi.
          Meneladani Kristus yang bagaimana lagi? Tulisan Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, ketika berbicara mengenai kebersamaan jemaat, ia menyampaikan demikian, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Ya! Berpikir dan berperasaan seperti yang Yesus Kristus pikirkan dan rasakan, itulah pokok pikiran Kristen sejati! Berpikiran dan berperasaan seperti Yesus Kristus adalah sama dengan mereflesikan sikap hidup Kristus dalam diri kita. Karenanya dalam setiap kesempatan kita dapat bertanya dalam diri kita sendiri, “Seandainya Yesus jadi saya, apa yang akan Dia putuskan (atau rasakan atau pikirkan dan lakukan)?” Begitulah kita akan menekuni setiap langkah kita sebagai Kristen. Soli Deo Gloria

Ketaatan Sejati

Ketaatan Sejati
  
Taat adalah pelajaran seumur hidup umat Tuhan (anonym)



Suatu hari seorang pengendara sepeda motor dihentikan oleh polisi karena melanggar lampu merah. Maka kemudian polisi menanyakan kepada si pengendara motor, “Apakah anda tidak lihat lampu merah, Anda kan tahu kalau lampu merah maka anda harus berhenti, kok tetap melaju?” Si pengendara motor menjawab, “Saya melihat lampunya merah pak.” “Lho, kalau melihat kenapa anda tetap nekat melanggar peringatan untuk berhenti?” tanya pak polisi heran. Dengan tersenyum malu si pengendara motor menjawab, “Memang sih pak saya melihat lampu merah, tapi saya tidak melihat bapak. Kalau saya lihat bapak pasti saya tidak akan melanggar.”

            Cerita di atas merupakan sebuah gambaran ekstrim tentang tingkat kesadaran masyarakat akan disiplin berlalulintas yang masih kurang baik. Bila kita memperhatikan pameo yang selama ini didengungkan “peraturan ada untuk dilanggar” maka tidak heran bila kita mendengar dan memperhatikan banyaknya pelanggaran terjadi di sekitar kita. Cerita itu juga menggambarkan bahwa orang cenderung taat hanya kalau ada yang mengawasi, kalau tidak ada yang perhatikan sebodo amat dengan peraturan. Keadaan yang demikian terjadi karena kecenderungan cara pandang yang pragmatis dan kondisional. Memandang hidup dengan terpisah-pisah dan pendek.

            Karena itu, Musa dalam Ulangan 30:15-20, memperingatkan bahwa ketaatan kita hari ini menentukan hidup kita di kemudian hari. Sebelumnya (ay. 11-14), Musa telah mengatakan bahwa, “Firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.” Dan benar perkataannya karena setiap hari kita sudah mendengar dan membaca Firman Tuhan. Apa yang telah kita dengar dan apa yang telah kita pelajari itulah yang harus kita lakukan. Karenanya kita patut mengingat percakapan berkat dan pengutusan setiap akhir ibadah.

Pengkhotbah:   “Arahkanlah hatimu kepada Tuhan”
Jemaat:           “Kami mengarahkan hati kami kepada Tuhan”
Pengkhotbah:   “Jadilah saksi Kristus”
Jemaat:           “Syukur kepada Allah”
Pengkhotbah:   “Terpujilah Tuhan”
Jemaat:           “Kini dan selamanya”
Setiap Minggu kita berjanji mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan untuk melakukan apa yang Tuhan sabdakan sehingga kita dimampukan menjadi saksi Kristus sampai Maranatha. Soli Deo Gloria

Wednesday, March 31, 2010

Berani Bersaksi di Depan Penguasa

Kisah Para Rasul 26:24-32

Seorang anak kecil, sebut saja Gamal, berlari-lari pulang kerumahnya, ditangannya ada sesuatu yang dipegangnya. Wajahnya tampak berseri, dan dengan nafas yang terengah-engah ia berusaha menceritakan apa yang terjadi kepada ibunya yang sedang sibuk di dapur. “Ma… ma… ma…, ta... di… aku diberi ini sama om tadi di jalan…” katanya sambil membuka tangannya. Di tengah kesibukannya sang ibu memperhatikan sekilas dan berkata, “Bener kamu dikasih?” “Iya ma…, aku nggak bohong,” kata Gamal. Sambil melanjutkan pekerjaannya sang ibu berkata, “Pelihara yang baik ya!” 

Sebelumnya, Gamal telah bercerita kepada teman-temannya mengenai apa yang ia alami dan apa yang ia terima, dan semua temannya tertarik untuk dapat juga menerima pemberian seperti yang diterima Gamal. Mengapa Gamal, berusaha bercerita mengenai apa yang ia alami atau apa yang ia terima? Saya yakin karena bagi Gamal pemberian yang ia terima sangat berharga. Ia tidak ingin menyembunyikannya, bahkan ia ingin semua orang tahu bahwa ia telah diberi sesuatu yang berharga.

Sama halnya dengan Gamal, Paulus, ketika di depan Raja Agripa bercerita tentang apa yang ia alami dan apa yang ia peroleh. Apa yang diceritakannya? Kisah pertobatannya dimana ia mendapatkan anugerah keselamatan di dalam Kristus Yesus (1-23). Mengapa ia berusaha keras menceritakannya? Saya yakin karena bagi Paulus keselamatan di dalam Kristus Yesus sangat berharga. Apa yang ia harapkan terjadi pada orang-orang yang mendengarnya? “Semua orang yang hadir disini dan yang mendengar perkataanku menjadi sama seperti aku” (29). Yang bagaimana? Yang mendapat anugerah keselamatan di dalam Kristus Yesus. Baginya tiap orang sama berharga, semua membutuhkan keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus, baik ia orang kecil maupun orang besar (22), karena itu ia memberitakan kasih Tuhan.

Pertanyaan bagi kita sekarang. Apakah pernah kita bercerita kepada orang lain mengenai bagaimana Allah sangat mengasihi kita sehingga Ia memanggil kita dalam keselamatan-Nya? Bila ternyata belum, apakah bagi anda keselamatan yang anda terima sebagai anugerah dari Tuhan merupakan hal yang biasa-biasa saja ataukah sangat berharga? Kiranya kita menemukan alasan bagi kita untuk bersaksi kepada orang kecil dan orang besar, karena keselamatan kita sangat berharga. Amin. Soli Deo Gloria.


Kebebasan yang Bertanggung Jawab

1 Korintus 8:1-13

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemerdekaan memiliki pengertian kebebasan, kemerdekaan ini juga dijelaskan merupakan hak asasi manusia. Pertanyaan yang patut kita gumulkan adalah apakah kemerdekaan itu adalah sebebas-bebasnya, apakah hak itu adalah segala-galanya?

Seorang filsuf mengatakan, “Tidak ada kemerdekaan mutlak.” Tidak ada kemerdekaan yang sebebas-bebasnya. Bahkan hak asasi manusia pun bukanlah hak mutlak manusia itu sendiri atas dirinya yang dapat semau gue. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, apakah batasan hak asasi manusia, apakah batasan kemerdekaan itu? Batasan hak asasi manusia adalah hak asasi manusia yang lain, kemerdekaan kita dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Kita berhak melakukan apa pun, namun kita harus sadar bahwa kita tidak hidup sendiri dan bukan hanya kita sendiri yang memiliki hak!


Dalam 1 Korintus 8:1-13, Rasul Paulus menyampaikan pandangannya tentang salah satu pokok pergumulan masa itu, yaitu makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala. Bagi sekelompok orang mereka mengatakan bahwa tidak apa-apa memakannya, bagi sekelompok yang lain tidak boleh memakannya, karena mereka merasa itu menduakan Tuhan. Pada ayat 9, Rasul Paulus mengingatkan, bila apa yang kita lakukan akan menjadi batu sandungan bagi orang lain maka lebih baik tidak dilakukan. Kuncinya disampaikan dalam ayat 2-3, banyak orang merasa tahu mengenai sesuatu hal dan akhirnya memutlakkannya, menjadikannya sebuah aturan umum, Rasul Paulus mengatakan mereka itu belum mencapai pengetahuan yang seharusnya dicapai, karena pengetahuan yang utama adalah kasih Allah.

Mari kita mengingat dan menghayati lagu pujian dalam Kidung Jemaat 467 “Tuhanku, Bila Hati Kawanku”, nyanyikan dengan sepenuh hati, dan mulailah perjalanan hidup yang baru dalam kebebasan Tuhan.

Tuhanku, bila hati kawanku
Terluka oleh tingkah ujarku,
Dan kehendakku jadi panduku,
Ampunilah.

Kiranya kemulian Tuhan terpancar dari hidup kita yang memedulikan orang lain.
Soli Deo Gloria, Amin.