Thursday, February 10, 2011

Seandainya Yesus jadi Aku

Seandainya Yesus jadi Aku
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus
(Fil 2:5)
Setelah hidup bertahun-tahun sebagai seorang Kristen, muncullah kembali dalam benak ini pertanyaan, “Apa itu Kristen?” Apakah Kristen hanya sekedar agama seperti yang dipahami kebanyakan orang? Ataukah sebuah sebutan bagi mereka yang menganut agama Kristen? Tentu kita akan segera menjawab bahwa Kristen adalah Pengikut Yesus Kristus.
            Pengikut Yesus Kristus? Yang seperti apa? Mengikuti Yesus Kristus pasti bukan dimaksudkan supaya setiap Kristen berpenampilan ala Timur Tengah, sama seperti Yesus Kristus yang lahir, dibesarkan dan mati di Palestina. Tentu juga bukan maksudnya supaya kita semua orang Kristen hidup sebagai tukang kayu seperti ketika Dia membantu ayahNya, Yusuf, dan kemudian menjadi penerus usaha itu. Bukan juga mengharuskan setiap Kristen menjadi guru, sama seperti yang dilakukan Yesus Kristus setiap kali melakukan perjalanan, walaupun setiap orang perlu bisa mengajar sesuai keberadaannya. Setiap Kristen tentu memahami bahwa menjadi pengikut Yesus Kristus adalah meneladani cara hidupNya.
            Bagaimana sebenarnya meneladani Yesus Kristus? Meneladani Kristus tentu bukan dari sisi fisik tetapi dalam sikap hidupNya. Menjadikan ajaranNya sebagai tuntunan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu ajaran yang paling banyak dikenal Kristen adalah hidup dalam kasih. Pertanyaanya sekarang, sudahkah kita hidup dalam kasih? Bila kita belum hidup dalam kasih tentu kita tidak dapat dikatakan sebagai pengikut Yesus Kristus. Artinya kita tidak pantas menyandang predikat sebagai Kristen. Kasih mudah diucapkan, tetapi tidak mudah bahkan sangat sulit untuk dipraktekkan dalam seluruh aspek kehidupan kita. Dan dengan pemahaman seperti ini, tidak ada seorangpun yang layak untuk disebut Kristen, karena tidak ada seorang pun mampu meneladani Yesus Kristus dalam hal mengasihi.
          Meneladani Kristus yang bagaimana lagi? Tulisan Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, ketika berbicara mengenai kebersamaan jemaat, ia menyampaikan demikian, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Ya! Berpikir dan berperasaan seperti yang Yesus Kristus pikirkan dan rasakan, itulah pokok pikiran Kristen sejati! Berpikiran dan berperasaan seperti Yesus Kristus adalah sama dengan mereflesikan sikap hidup Kristus dalam diri kita. Karenanya dalam setiap kesempatan kita dapat bertanya dalam diri kita sendiri, “Seandainya Yesus jadi saya, apa yang akan Dia putuskan (atau rasakan atau pikirkan dan lakukan)?” Begitulah kita akan menekuni setiap langkah kita sebagai Kristen. Soli Deo Gloria

Ketaatan Sejati

Ketaatan Sejati
  
Taat adalah pelajaran seumur hidup umat Tuhan (anonym)



Suatu hari seorang pengendara sepeda motor dihentikan oleh polisi karena melanggar lampu merah. Maka kemudian polisi menanyakan kepada si pengendara motor, “Apakah anda tidak lihat lampu merah, Anda kan tahu kalau lampu merah maka anda harus berhenti, kok tetap melaju?” Si pengendara motor menjawab, “Saya melihat lampunya merah pak.” “Lho, kalau melihat kenapa anda tetap nekat melanggar peringatan untuk berhenti?” tanya pak polisi heran. Dengan tersenyum malu si pengendara motor menjawab, “Memang sih pak saya melihat lampu merah, tapi saya tidak melihat bapak. Kalau saya lihat bapak pasti saya tidak akan melanggar.”

            Cerita di atas merupakan sebuah gambaran ekstrim tentang tingkat kesadaran masyarakat akan disiplin berlalulintas yang masih kurang baik. Bila kita memperhatikan pameo yang selama ini didengungkan “peraturan ada untuk dilanggar” maka tidak heran bila kita mendengar dan memperhatikan banyaknya pelanggaran terjadi di sekitar kita. Cerita itu juga menggambarkan bahwa orang cenderung taat hanya kalau ada yang mengawasi, kalau tidak ada yang perhatikan sebodo amat dengan peraturan. Keadaan yang demikian terjadi karena kecenderungan cara pandang yang pragmatis dan kondisional. Memandang hidup dengan terpisah-pisah dan pendek.

            Karena itu, Musa dalam Ulangan 30:15-20, memperingatkan bahwa ketaatan kita hari ini menentukan hidup kita di kemudian hari. Sebelumnya (ay. 11-14), Musa telah mengatakan bahwa, “Firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.” Dan benar perkataannya karena setiap hari kita sudah mendengar dan membaca Firman Tuhan. Apa yang telah kita dengar dan apa yang telah kita pelajari itulah yang harus kita lakukan. Karenanya kita patut mengingat percakapan berkat dan pengutusan setiap akhir ibadah.

Pengkhotbah:   “Arahkanlah hatimu kepada Tuhan”
Jemaat:           “Kami mengarahkan hati kami kepada Tuhan”
Pengkhotbah:   “Jadilah saksi Kristus”
Jemaat:           “Syukur kepada Allah”
Pengkhotbah:   “Terpujilah Tuhan”
Jemaat:           “Kini dan selamanya”
Setiap Minggu kita berjanji mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan untuk melakukan apa yang Tuhan sabdakan sehingga kita dimampukan menjadi saksi Kristus sampai Maranatha. Soli Deo Gloria